Siapkah Konsumen Kita Untuk Disapa Di Social Media?
Oleh : Pandu Kusuma Muntoro – Marketing & Branding Consultant Frontier Consulting Group
Dalam artikel yang saya tulis beberapa bulan yang lalu di Majalah Marketing edisi bulan Agustus 2011 (What’s Your Social Media Strategy?), saya menulis mengenai lima strategi yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam membangun hubungan antara perusahaan dengan konsumen melalui social media. Kelima strategi tersebut (listening, talking, energizing, supporting, dan embracing) telah dikemukakan oleh Li dan Bernoff dalam buku Groundswell: Winning in a World Transformed by Social Technologies.
Groundswell sendiri adalah suatu keadaan dimana dengan dukungan teknologi, konsumen tidak lagi bergantung pada perusahaan maupun institusi tradisional lainnya untuk mendapatkan apapun yang mereka butuhkan. Teknologi-teknologi social media seperti blog, podcast, social network seperti Facebook dan LinkedIn, wiki, hingga forum online seperti Kaskus secara bersama-sama sudah membentuk suatu ekosistem dimana konsumen bisa dengan mudahnya saling berkomunikasi, berinteraksi dan membantu satu sama lainnya.
Ada dua cara bagaimana suatu perusahaan bisa memandang fenomena groundswell. Cara pertama adalah bahwa perusahaan bisa melihatnya sebagai suatu potensi masalah. Hal ini sangat lumrah, mengingat groundswell memperkuat posisi konsumen terhadap perusahaan. Marketing yang sedianya membimbing konsumen melewati marketing funnel (Awareness > Consideration > Conversion > Loyalty > Advocacy) sekarang mendapatkan tantangan baru dari konsumen. Pada saat konsumen mau membeli kamera digital, konsumen bisa dengan mudahnya pergi ke forum online atau blog untuk membaca review mengenai kamera-kamera yang tersedia di pasar. Dia juga bisa pergi ke social network seperti Facebook dan Twitter untuk bertanya langsung kepada keluarga dan temannya mengenai mobil apa yang sebaiknya dia beli. Proses pengambilan keputusan konsumen semakin berada di luar jangkauan pengaruh perusahaan atau pemilik merek.
Cara kedua memandang fenomena groundswell adalah melihatnya sebagai suatu kesempatan. Terlepas dari segala ketidakpastian, tantangan, dan rintangan yang melekat, groundswell juga memberikan kesempatan yang baik kepada perusahaan dalam berkomunikasi dengan konsumennya. Perbincangan melalui social media menuntut perusahaan untuk berinteraksi dalam posisi yang sejajar dengan konsumen. Pada saat perusahaan berbicara dengan posisi yang sejajar, hubungan yang tercipta bisa lebih dalam dan lebih bermakna. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bonin Bough (Global Director of Digital & Social Media dari Pepsico): “What we lose in control we gain in brand engagement.”
Social Technographics Profile
Jika di artikel sebelumnya kita sudah berbicara mengenai strategi umum yang bisa digunakan perusahaan di social media, bulan ini saya ingin membahas mengenai aktifitas apa saja yang dilakukan konsumen di dalam fenomena groundswell. Lebih dari itu, dalam kaitannya dengan strategi perusahaan di ranah digital, artikel ini juga akan membahas mengenai bagaimana mensegmentasikan konsumen kita berdasarkan aktifitas mereka. Sedikit banyak, hal ini akan menjadi tolak ukur dalam menentukan kesiapan konsumen kita untuk disapa di social media.
Dalam memaparkan mengenai bentuk aktifitas konsumen, Li dan Bernoff memperkenalkan sebuah alat yang mereka sebut sebagai Social Technographics Profile. Social Technographics Profile adalah sebuah cara untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan aktifitas mereka di social media. Awalnya ada 6 kelompok yang dimasukkan ke dalamnya, yakni creators, critics, collectors, joiners, spectators, dan inactives. Pada tahun 2010, Li dan Bernoff menambahkan satu kelompok baru yakni conversationalists. Masing-masing kelompok tersebut akan dibahas satu per satu.
Creators
Jika Social Technographics Profile digambarkan sebagai suatu tangga dimana tingkat keaktifan masing-masing kelompok diurutkan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi, para creators akan ditempatkan di posisi paling atas. Ini adalah tipe konsumen yang secara aktif menciptakan konten-konten untuk dipublikasikan dan didistribusikan online secara bebas. Konten-konten yang diciptakan bisa berupa artikel blog, website, musik, hingga video.
Conversationalists
Conversationalists banyak terlibat dan memulai perbincangan di social network. Tipe konsumen ini aktif sekali meng-update status mereka di Facebook dan Twitter. Conversationalists juga senang berbalas komentar dengan pengguna social network lainnya.
Critics
Critics, sesuai dengan namanya, sering sekali mengkritisi sesuatu yang mereka lihat di social media. Aktifitas yang biasa mereka lakukan antara lain memberikan penilaian / rating mengenai produk atau jasa dari suatu perusahaan, meninggalkan komentar di blog orang lain, aktif berkontribusi di forum-forum online, dan mengedit artikel-artikel wiki.
Collectors
Tipe konsumen ini selalu senang menjadi orang yang lebih dulu tahu mengenai
berita-berita terbaru. Mereka senang mengumpulkan informasi sembari mengatur / mengelompokkan berita-berita yang ada. Collectors sering menggunakan RSS feed di komputer maupun smartphone mereka untuk mempersingkat waktu konsumsi mereka. Mereka juga senang mencantumkan tag untuk membantu mengatur informasi yang mereka temui. Tagging di sini tidak hanya terbatas pada foto di social network saja, tetapi juga website dan artikel apapun yang mereka temui di internet melalui situs-situs social bookmarking seperti Del.icio.us, Evernote, maupun Google Bookmarks.
Joiners
Walaupun mirip dengan conversationalists, joiners tidak seaktif mereka. Alasan utama joiners dalam membuat akun di social network sebatas untuk menjaga hubungan dengan teman, kenalan, dan sanak keluarga mereka. Mereka mungkin sering berkunjung ke situs social network seperti Facebook dan LinkedIn, namun mereka akan jarang sekali meng-update status mereka maupun berbalas komentar dengan pengguna social network lainnya. Aktifitas mereka lebih bersifat konsumtif dan tidak menciptakan hal baru untuk dinikmati oleh konsumen lainnya.
Spectators
Sebagian besar pengguna web akan berada di dalam kelompok ini. Spectators adalah konsumen yang aktifitasnya mengkonsumsi informasi yang sudah tersedia di ranah digital. Mereka akan sering membaca blog, menonton video dari konsumen lain, mendengarkan podcast, membaca forum online, membaca komentar orang lain, dan membaca penilaian / rating yang sudah ditinggalkan konsumen lainnya. Dengan kata lain, spectators lebih banyak menikmati apa yang sudah dikerjakan kelompok-kelompok sebelumnya di social technographics profile.
Inactives
Inactives adalah kelompok yang tidak berpartisipasi sama sekali di dalam groundswell. Mereka hanya menggunakan internet untuk kegiatan-kegiatan mendasar seperti membuka email dan mencari informasi ringan. Kelompok ini tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan interaktif / sosial yang menjadi kekuatan utama web 2.0. Tentu saja di luar kelompok ini masih ada mereka yang belum menggunakan internet dan tidak bisa berpartisipasi sama sekali.
Indonesia’s Social Technographics Profile (Kota Besar)
Pada pertengahan tahun 2011, Frontier Consulting Group telah melakukan survey digital culture di empat kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Yogya, Medan) dengan total responden sebanyak 750 orang. Hasil survey tersebut menunjukkan kondisi umum Social Technographics Profile di kota-kota besar di Indonesia. Perlu diingat bahwa persentase masing-masing kelompok jika dijumlahkan akan lebih dari 100% karena satu individu bisa saja menjadi anggota di lebih dari satu kelompok.
Arti Penting Bagi Perusahaan
Fungsi utama dari Social Technographics Profile adalah untuk mengetahui persis apa saja yang dilakukan konsumen kita di social media, teknologi sosial apa saja yang mereka gunakan, dan strategi social media apa yang bisa kita adopsi untuk menyapa konsumen-konsumen kita tersebut. Memahami kesiapan konsumen menjadi tugas utama perusahaan sebelum menentukan tujuan dan strategi groundswell / social media suatu perusahaan.
Secara umum, angka joiners dan spectators yang tinggi menunjukkan tingkat kesiapan konsumen untuk disapa melalui social media. Ini menunjukkan betapa pentingnya bagi perusahaan untuk mulai mendengarkan apa yang dibicarakan konsumen di ranah digital. Secara umum, seperti yang sudah saya tuliskan di dalam artikel sebelumnya, strategi pertama yang seharusnya dilakukan perusahaan sebelum benar-benar aktif di social media adalah mendengarkan terlebih dahulu apa yang dikatakan konsumen kita; baik dengan mendirikan komunitas online kita sendiri, maupun dengan bantuan social media monitoring services seperti MediaWave.
Comments
Post a Comment